Rabu, 10 Juni 2015
6 Tanda-tanda Taubat di Terima Allah SWT
Kehidupan manusia di dunia ini tidak luput dari dosa besar dan dosa kecil. Banyak orang yang menyesal atas dosa yang telah ia lakukan. Untungnya, Allah selalu mau menerima taubat dari orang yang bersungguh – sungguh. Taubat yang diterima Allah adalah taubat nasuha. Taubat nasuha adalah taubat seseorang yang benar- benar ingin memperbaiki kesalahannya tanpa mengulangi kesalahan yang sama sedikitpun. Bahkan, Allah telah menjelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 275 bahwa Allah menyukai orang yang bertaubat dengan bersungguh sungguh dan melaknat umat yang mengulangi kesalahan yang sama setelah bertaubat.
Begitu sayangnya Allah terhadap umat muslim, hingga Allah menjamin akan menggantikan segala keburukan manusia dengan kebaikan jika kita mau bertaubat dengan sungguh – sungguh. Begitu janji Allah dalam firmanNya. Lalu... bagaimana ciri orang yang taubatnya diterima oleh Allah? Berikut akan saya jelaskan tentang tanda orang yang taubatnya diterima oleh Allah.
- Hidupnya jauh dari perbuatan maksiat
Hal ini merupakan wujud dari firman Allah, yaitu bahwa Dia akan menggantikan kemaksiatan dengan ketaatan bagi umatnya yang mau bertaubat nasuha. - Merasa bahagia dan selalu dekat dengan Allah
Orang yang taubatnya diterima, hatinya akan terasa damai dan tenang sehingga kebahagiaan akan muncul. Hal ini bisa terlihat dari cara bagaimana ia berbicara dan bertingkah laku. - Selalu dekat dengan orang sholeh
Orang yang sudah bertaubat nasuha dan diterima oleh Allah pasti memiliki keyakinan untuk menjauhi orang – orang ahli maksiat. Ia telah merasa mantap dengan kata hatinya untuk tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama. Berbekal niat tersebut, ia kemudian mencari sahabat – sahabat yang baik dan taat terhadap Allah. - Kurang puas dengan amalan
Orang yang taubatnya diterima Allah, akan merasa sangat puas dengan apa yang diperolehnya di dunia walaupun pas – pasan. Kemudian ia akan merasa selalu kurang dalam berbuat sholeh untuk mengumpulkan bekal akhiratnya kelak. - Sibuk dengan urusan akhirat
Orang yang taubatnya diterima, hati dan pikirannya selalu dipenuhi dengan perbuatan yang bisa lebih membuat dia dekat dengan Allah SWT. - Menjaga lisan
Karena ia sudah berjanji untuk menapaki hidup di jalan Allah, ia akan berhati – hati dalam berbicara. Ia akan selalu menyesali kesalahan – kesalahan yang pernah ia perbuat sehingga Allah murka kepadanya. Ia akan selalu tafakur.
Kita harus senantiasa ingat bahwa kita diciptakan untuk menyembah Allah. Setan ada untuk menghalangi jalan kita ke arah yang benar. Setan akan menjerumuskan kita ke dalam dosa – dosa besar agar kita bisa masuk neraka bersamanya. Sungguh kita harus selalu berlindung kepada Allah agar terhindar dari godaan setan. Taubatlah dengan bersungguh – sungguh selagi anda masih diberi kesempatan oleh Allah, Tuhan yang Maha pengampun dan penyayang.
Oleh : Audis Maharsi
Sumber : http://pelita-ilahi.blogspot.com/2014/06/6-tanda-taubat-anda-diterima-allah-swt.html
Selasa, 09 Juni 2015
Tuntutlah Ilmu Dengan Mendatangi Majelis Ilmu
Hukum Menuntut Ilmu Syar’i
Råsulullåh bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu WAJIB atas setiap Muslim.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 224), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 3913). Diriwayatkan pula oleh Imam-imam ahli hadits yang lainnya dari beberapa Shahabat seperti ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Sa’id al-Khudri, dan al-Husain bin ‘Ali radhiyallaahu ‘anhum;)
Imam al-Qurthubi rahimahullaah menjelaskan bahwa hukum menuntut ilmu terbagi dua:
Pertama, hukumnya wajib; seperti menuntut ilmu tentang (tauhid), shalat, zakat, dan puasa. Inilah yang dimaksudkan dalam riwayat yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya) wajib.
Kedua, hukumnya fardhu kifayah; seperti menuntut ilmu tentang pembagian berbagai hak, tentang pelaksanaan hukum hadd (qishas, cambuk, potong tangan dan lainnya), cara mendamaikan orang yang bersengketa, dan semisalnya. Sebab, tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya dan apabila diwajibkan bagi setiap orang tidak akan mungkin semua orang bisa melakukannya, atau bahkan mungkin dapat menghambat jalan hidup mereka. Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan kemudahan oleh Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya.
Ketahuilah, menuntut ilmu adalah suatu kemuliaan yang sangat besar dan menempati kedudukan tinggi yang tidak sebanding dengan amal apa pun.
[Lihat Tafsiir al-Qurthubi (VIII/187), dengan diringkas. Tentang pembagian hukum menuntut ilmu dapat juga dilihat dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/56-62) oleh Ibnu ‘Abdil Barr;]
Keutamaan Menuntut ilmu DENGAN MENDATANGI MAJELIS ILMU
1. Pahala besar bagi mereka yang mendatangi masjid untuk menuntut ilmu
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
من غدا إلى مسجد لا يريد إلا أن يتعلم خيرا أو يعلمه ، كان له كأجر حاج ، تاما حجته
Barangsiapa yang pergi ke masjid, tidaklah diinginkannya (untuk pergi ke masjid) kecuali untuk mempelajari kebaikan atau untuk mengajarkan kebaikan. Maka baginya pahala seperti orang yang melakukan haji dengan sempurna.
(Dikatakan syekh al Albaaniy dalam shahiih at targhiib: “Hasan Shahiih”)
2. Dimudahkan jalan menuju surga
Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga.
(Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2699), Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3643), At-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu Majah (no. 225), dan Ibnu Hibban (no. 78-Mawaarid);)
Di dalam hadits ini terdapat janji Allah ‘Azza wa Jalla bahwa bagi orang-orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga.
“Berjalan menuntut ilmu” mempunyai dua makna:
Pertama, Menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju majelis-majelis para ulama.
Kedua, Menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca, menela’ah kitab-kitab (para ulama), menulis, dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syar’i.
“Allah akan memudahkan jalannya menuju Surga” mempunyai dua makna.
Pertama, Allah akan memudah-kan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari ilmu syar’i dan mengamalkan konsekuensinya.
Kedua, Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari Kiamat ketika melewati “shirath” dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya. Wallaahu a’lam.
3. Diampuni dosanya oleh Allah
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَا جَلَسَ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالىَ فَيَقُوْمُوْنَ حَتَّى يُقَالُ لَهُمْ: قُوْمُوْا قَدْ غَفَرَ اللهُ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَبُـدِّلَتْ سَيِّئَاتُكُمْ حَسَنَاتٍ
“Tidaklah duduk suatu kaum, kemudian mereka berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam duduknya hingga mereka berdiri, melainkan dikatakan (oleh malaikat) kepada mereka: Berdirilah kalian, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosa kalian dan keburukan-keburukan kalian pun telah diganti dengan berbagai kebaikan.”
(Tsabit; HR. ath-Thabrani; terdapat dalam Shahiihul Jami’)
4. Diampuni Allaah, serta diijabahkan doa-doa orang-orang yang ada dalam majelis tersebut
dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَلَائِكَةً سَيَّارَةً فُضُلًا يَتَتَبَّعُونَ مَجَالِسَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا مَجْلِسًا فِيهِ ذِكْرٌ قَعَدُوا مَعَهُمْ وَحَفَّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِأَجْنِحَتِهِمْ حَتَّى يَمْلَئُوا مَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَإِذَا تَفَرَّقُوا عَرَجُوا وَصَعِدُوا إِلَى السَّمَاءِ
“Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala memiliki para malaikat khusus yang senantiasa berkeliling mencari di mana adanya majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemukan sebuah majelis yang padanya terdapat dzikir maka mereka pun duduk bersama orang-orang itu dan meliputi mereka satu sama lain dengan sayap-sayapnya sampai-sampai mereka memenuhi jarak antara orang-orang itu dengan langit terendah, kemudian apabila orang-orang itu telah bubar maka mereka pun naik menuju ke atas langit.”
Nabi berkata,
قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ مِنْ أَيْنَ جِئْتُمْ
“Maka Allah ‘azza wa jalla pun bertanya kepada mereka padahal Dia adalah yang Maha Mengetahui keadaan mereka, ‘Dari mana kalian datang?’.
فَيَقُولُونَ جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عِبَادٍ لَكَ فِي الْأَرْضِ يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيُهَلِّلُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيَسْأَلُونَكَ
Para malaikat itu menjawab, ‘Kami datang dari sisi hamba-hamba-Mu yang ada di bumi. Mereka mensucikan-Mu (bertasbih), mengagungkan-Mu (bertakbir), mengucapkan tahlil, dan memuji-Mu (bertahmid), serta meminta (berdo’a) kepada-Mu.’
قَالَ وَمَاذَا يَسْأَلُونِي
Lalu Allah bertanya, ‘Apa yang mereka minta kepada-Ku?’.
قَالُوا يَسْأَلُونَكَ جَنَّتَكَ
Para malaikat itu menjawab, ‘Mereka meminta kepada-Mu surga-Mu.’
قَالَ وَهَلْ رَأَوْا جَنَّتِي
Allah bertanya, ‘Apakah mereka telah melihat surga-Ku?’.
قَالُوا لَا أَيْ رَبِّ
Mereka menjawab, ‘Belum wahai Rabbku.’
قَالَ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا جَنَّتِي
Allah mengatakan, ‘Lalu bagaimana lagi jika mereka benar-benar telah melihat surga-Ku?’.
قَالُوا وَيَسْتَجِيرُونَكَ
Para malaikat itu berkata, ‘Mereka juga meminta perlindungan kepada-Mu.’
قَالَ وَمِمَّ يَسْتَجِيرُونَنِي
Allah bertanya, ‘Dari apakah mereka meminta perlindungan-Ku?’.
قَالُوا مِنْ نَارِكَ يَا رَبِّ
Mereka menjawab, ‘Mereka berlindung dari neraka-Mu, wahai Rabbku’.
قَالَ وَهَلْ رَأَوْا نَارِي
Maka Allah bertanya, ‘Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku?’.
قَالُوا لَا
Mereka menjawab, ‘Belum, wahai Rabbku.’
قَالَ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا نَارِي
Lalu Allah mengatakan, ‘Lalu bagaimanakah lagi jika mereka telah melihat neraka-Ku.’
قَالُوا وَيَسْتَغْفِرُونَكَ
Mereka mengatakan, ‘Mereka meminta ampunan kepada-Mu.’
قَالَ فَيَقُولُ قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَأَعْطَيْتُهُمْ مَا سَأَلُوا وَأَجَرْتُهُمْ مِمَّا اسْتَجَارُوا
Maka Allah mengatakan, ‘Sungguh Aku telah mengampuni mereka. Dan Aku telah berikan apa yang mereka minta dan Aku lindungi mereka dari apa yang mereka minta untuk berlindung darinya.’.”
قَالَ فَيَقُولُونَ رَبِّ فِيهِمْ فُلَانٌ عَبْدٌ خَطَّاءٌ إِنَّمَا مَرَّ فَجَلَسَ مَعَهُمْ
Nabi bersabda, “Para malaikat itu berkata, ‘Wahai Rabbku, di antara mereka ada si fulan, seorang hamba yang telah banyak melakukan dosa, sesungguhnya dia hanya lewat kemudian duduk bersama mereka.’.”
قَالَ فَيَقُولُ وَلَهُ غَفَرْتُ هُمْ الْقَوْمُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ
Nabi mengatakan, “Maka Allah berfirman, ‘Dan kepadanya juga Aku akan ampuni. Orang-orang itu adalah sebuah kaum yang teman duduk mereka tidak akan binasa.’.”
[HR. Muslim dalam Kitab ad-Dzikr wa ad-Du’a wa at-Taubah wa al-Istighfar, hadits no. 2689, lihat Syarh Muslim [8/284-285] cetakan Dar Ibn al-Haitsam); sumber: http://abumushlih.com/keutamaan-majelis-dzikir.html/]
5. Diridhai oleh malaikat
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ
“Sunnguh Para Malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridlaan kepada penuntut ilmu”
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/196), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80 al-Mawaarid); ]
6. Dimintakan ampun oleh penduduk langit dan bumi hinga ikan yang ada didasar laut
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ
Orang yang berilmu akan dimintakan maaf oleh penduduk langit dan bumi hingga ikan yang ada di dasar laut.
7. Dengan menuntut ilmu, kita bisa meraih keutamaan seorang alim
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ
Kelebihan serang alim dibanding ahli ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang.
8. Ilmu merupakan warisan dari nabi, para penuntut ilmu adalah pencari warisan nabi.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak.
Tercelanya orang-orang yang MENINGGALKAN atau MALAS menghadiri majelis ilmu
Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَا يُوشِكُ رَجُلٌ يَنْثَنِي شَبْعَانًا عَلَى أَرِيكَتِهِ
“Kiranya tak akan lama lagi ada seorang laki-laki yang duduk dalam keadaan kenyang di tempat duduknya…”
(HR. Ahmad (dan ini lafazhnya); Abu Dawud, Ibnu Abdil Barr, al-Khatib al-Baghdadiy, Ibnu Nashr al-Mawarziy, al-Ajurriy, al-Baihaqiy; dari jalur Hariz bin ‘Utsman; juga jalur ‘Abdullah bin Abi Auf; dan dari jalur al-Miqdam; Dishahihkan syaikh salim bin ‘ied al-Hilaliy)
Al-Imam Al-Baghawi menyatakan:
“Yang dimaksud dengan sifat ini (laki-laki besar perutnya yang bersandar di kursi sofa) adalah orang-orang yang bergaya hidup mewah dan angkuh yang hanya berdiam di rumah dan TIDAK MAU MENUNTUT ILMU AGAMA…”
(Syarhus Sunnah: 1/201; sumber petikan)
Ulama salaf terdahulu melarang orang yang hanya berguru kepada buku untuk mengajar dan berfatwa, sebagaimana mereka melarang belajar al qur’an dari orang yang tidak pernah talaqqi
dari Al ‘Auza’i ia berkata:
مَا زَالَ هَذَا الْعِلْمُ عَزِيزًا تَتَلَاقَاهُ الرِّجَالُ حَتَّى وَقَعَ فِي الصُّحُفِ فَحَمَلَهُ أَوْ دَخَلَ فِيهِ غَيْرُ أَهْلِهِ
“Ilmu ini senantiasa mulia, yang senantiasa digali oleh manusia secara langsung (talaqqi); hingga (kemudian, ilmu pun) ditulis dalam lembaran-lembaran, lalu ia (pun) membawanya kepada seseorang yang bukan ahlinya, (hingga orang itu pun) ikut campur tangan”.
(ad-Darimiy)
Abu Zur’ah berkata :
“Shåhafi (yang hanya berguru kepada buku) tidak boleh berfatwa…”.
(Al Faqih wal mutafaqqih 2/97).
Imam Asy Syafi’I berkata :
“Barang siapa yang bertafaqquh dari perut buku ia akan menyia siakan hukum “.
(tadzkirotussaami’ wal mutakallim hal 87).
Seorang penya’ir berkata :
Siapa yang mengambil ilmu dari mulut guru
Ia akan terhindar dari penyimpangan dan perubahan.
Dan siapa yang mengambil ilmu hanya dari buku
Maka ilmunya disisi para ulama seperti tidak ada.
Dalam kitab wafayatul a’yan (3/310) Al Hafidz ibnu ‘Asakir rahimahullah bersya’ir :
Jadilah engkau orang yang mempunyai semangat
Dan jangan bosan mengambil ilmu dari para ulama
Jangan engkau mengambilnya sebatas dari buku
Niscaya engkau akan terkena tashif dengan penyakit yang berat
Nasehat dari para ulama untuk menuntut ilmu dan mendatangi majelis ilmu para ulama
Fatwa Syaikh Yahya an-Najmi
Ilmu itu diambil dari mulut para ‘ulama. Maka seorang penuntut ilmu, agar kokoh dalam ilmu di atas pondisi yang benar, maka hendaknya ia bermulazamah kepada ‘ulama, talaqqi (mengambil) ilmu langsung dari mereka. Sehingga pencarian ilmunya tegak di atas kaidah-kaidah yang benar. mampu melafazhkan nash-nash qur’ani dan hadits dengan pelafazhan yang benar, tidak ada kesalahan maupun kekeliruan. Memahami ilmu dengan pemahaman yang tepat sesuai maksudnya.
Dan lebih dari itu, dia bisa mengambil faidah dari ‘ulama : adab, akhlaq, dan sifat wara’. Hendaknya dia menghindar agar jangan sampai yang menjadi gurunya adalah kitab. Karena sesungguhnya barangsiapa yang gurunya adalah kitabnya maka ia akan banyak salahnya sedikit benarnya.
Demikianlah, inilah yang terjadi pada umat ini. Tidak seorang tampil menonjol dalam ilmu kecuali ia sebelumnya telah tertarbiyyah dan terdidik di hadapan ‘ulama.
Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql
Salah satu gejala yang berbahaya adalah belajar hanya dengan mengandalkan sarana-sarana ilmu (seperti buku dan sejenisnya). Misalnya seorang penuntut ilmu merasa cukup mengambil ilmu melalui buku-buku lalu menyingkir dari manusia, menjauhkan diri dari ulama, mengabaikan orang-orang shalih, orang-orang yang berjasa terhadap Islam yang menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, serta memisahkan diri dari ulama, ia berkata : ‘Saya cukup belajar dari buku-buku, kaset-kaset, radio dan lain-lain’. Kemudian ia bekata lagi : ‘Saya mampu belajar melalui sarana-sarana ini!’.
Jawaban kami :
‘Tentu saja, sarana-sarana ini merupakan nikmat, tetapi juga merupakan senjata bermata dua. Merasa cukup belajar ilmu-ilmu syar’i melalui sarana-sarana itu merupakan kekeliruan dan merupakan salah satu sebab timbulnya perpecahan umat. Karena hal itu akan mendorongnya untuk beruzlah (menyendiri) yang dilarang. Atau akan memunculkan sosok ahli ilmu yang tidak baik, karena mereka mengambil ilmu tidak sebagaimana mestinya, tidak berdasarkan kaidah dan tanpa petunjuk dan bimbingan alim ulama.
Mereka mengambil ilmu menurut cara mereka sendiri, dengan hawa nafsu, perasaan dan perhitungan pribadi mereka sendiri. Apabila terjadi pertikaian, mereka menyimpang dan menolak pendapat ulama. Padahal meskipun seseorang mempunyai kepandaian dan kemampuan serta memiliki keahlian khusus seperti apapun, ia tidak akan mungkin dengan sendirinya akan sampai kepada kebenaran selama ia tidak mengenal pedoman-pedoman salaf dan ahli ilmu pada zamannya”
[Disalin dari kitab Al-Iftiraaq Mafhumuhu ashabuhu subulul wiqayatu minhu, edisi Indonesia Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql, terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari; almanhaj.or.id]
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Beliau ditanya
bolehkah belajar ilmu dari kitab-kitab saja tanpa belajar kepada ulama, khususnya jika ia kesulitan belajar kepada ulama karena jarangnya mereka? Bagaimana pendapat Anda tentang ucapan yang menyatakan: barangsiapa yang gurunya adalah kitabnya maka kesalahannya akan lebih banyak dari pada benarnya?
Beliau menjawab:
Tidak diragukan lagi bahwa ilmu bisa diperoleh dengan mempelajarinya dari para ulama dan dari kitab. Karena, kitab seorang ulama adalah ulama itu sendiri, dia berbicara kepadamu tentang isi kitab itu. Jika tidak memungkinkan menuntut ilmu dari ahli ilmu maka ia boleh mencari ilmu dari kitab.
Akan tetapi memperoleh ilmu melalui ulama lebih dekat (mudah) daripada memperoleh ilmu melalui kitab, karena orang yang memperoleh ilmu melalui kitab akan banyak menemui kesulitan dan membutuhkan kesungguhan yang besar, dan akan banyak perkara yang akan dia fahami secara samar sebagaimana terdapat dalam kaidah syar’iyyah dan batasan yang ditetapkan oleh para ulama. Maka dia harus mempunyai tempat rujukan dari kalangan ahli ilmu semampu mungkin.
Adapun perkataan yang menyatakan:
‘barangsiapa yang gurunya adalah kitabnya maka kesalahannya akan lebih banyak dari pada benarnya.’
Perkataan ini tidak benar secara mutlak, tetapi juga tidak salah secara mutlak. Jika seseorang mengambil ilmu dari semua kitab yang dia lihat, maka tidak ragu lagi bahwa dia akan banyak salah. Adapun orang yang mempelajarinya bersandar kepada kitab orang-orang yang telah dikenal ketsiqahannya, amanahnya, dan ilmunya, maka dalam hal ini dia tidak akan banyak salah bahkan dia akan banyak benarnya dalam perkataannya.
[Kitabul ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin]
Fatwa Syaikh Ibrahim ar-Ruhailiy
Pertanyaan :
Tentang perkataan al-Imam Malik “ilmu itu didatangi dan tidak mendatangi” ketika khalifah Harun ar-Rasyid memintanya untuk mengajari Makmun, ia (al-Imam Malik, pent) berkata : “datanglah ke masjid an-Nabawi” tempat dimana al-Imam Malik mengajar. Apakah ini bertentangan dengan perkataan kita tadi bahwa seorang da’i datang kepada mad’u?
Jawaban :
Ini tidak bertentangan, dan masalah ini sebagaimana yang telah kami sebutkan pada banyak masalah bahwa ini ada perinciannya.
Pada asalnya dahulu, bahkan pada petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa manusia yang berhijrah ke Nabi shallallahu alaihi wa sallam, mendatanginya dan Nabi mengajari mereka. Ini adalah asalnya pada manusia.
Akan tetapi terkadang jika ada penghalang antara manusia dan hijrah hal ini tidak mencegah dari diutusnya seseorang kepada mereka yang akan mengajari mereka. Oleh karena itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengutus sebagian shahabatnya untuk mengajari manusia. Beliau mengutus Mu’adz ke Yaman dan ke Syam untuk mengajari manusia. Dan beliau juga mengutus sebagian shahabatnya untuk mengajari manusia ke Madinah sebelum hijrah.
Maka jika sebagian masalah rancu bagi kalian, kembalilah kepada petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Jika ilmu itu harus didatangi, kenapa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengirim sebagian orang untuk mengajari manusia. Kemudian setelah meninggalnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam, banyak shahabat keluar dari Madinah untuk mengajari manusia dan untuk memahamkan mereka. Maka masalah ini punya perincian.
Pada asalnya para penuntut ilmu merekalah yang mendatangi para ‘ulama, karena para ‘ulama tidak mungkin datang ke setiap tempat, (para penuntut ilmu) belajar dan menuntut ilmu pada mereka.
Akan tetapi jika ada penghalang antara sebagian penuntut ilmu dan sebagian manusia dari hijrah dan datang kepada para ‘ulama maka tidaklah dilarang bagi seorang ‘ulama untuk mempertimbangkan dan datang kepada mereka untuk mengajari mereka. Maka yang ini termasuk Sunnah dan yang itu termasuk Sunnah.
Dan aku selalu memperingatkan dari mengambil perkataan sebagian Salaf dan tidak memperhatikan perkataan lainnya yang bertentangan dengannya, dan membuat hukumnya umum.
Jadi perkataan ini, ini benar, dan ini adalah pada asalnya, oleh karena itu perhatikanlah! Manusia berhijrah kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Akan tetapi apakah Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan : “Tidaklah kami mengajarkan ilmu kepada manusia yang didatangi kepada mereka dan kita tidak mengutus seorangpun”? Tidak.
Maka bagi orang yang mampu datang, belajar dan bertafaqquh. Dan barangsiapa yang antaranya dengan hijrah terhalang dengan suatu urusan seperti kelemahan dan yang lainnya, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengutus kepada mereka orang yang mengajari mereka.
Jika rancu sebagian perkara maka kembalilah kepada petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam sehingga jelaslah perkara. Dan kami selalu tidak menganggap ditaqrirnya sesuatu dari agama ini kecuali dengan dalilnya. Maka ini adalah dalil yang jelas dan nyata bahwa ditempuh cara yang ini dan yang itu.
Asalnya bagi para ‘ulama adalah mereka didatangi, akan tetapi jika ada penghalang antara sebagian manusia untuk datang kepada para ‘ulama, maka para ‘ulama (hendaknya) mempertimbangkan untuk pergi ke sebagian tempat untuk mengajari manusia (yang tidak ada, atau sangat jarang ahli ilmu-nya, -ed). Na’am.
[Diterjemahkan dari rekaman Dauroh Masyayikh Madinah di Kebun Teh Wonosari Lawang – Malang Juli 2007. File : syaikh ibrohim 3.mp3 >> 65:46 – 69:12; tholib.wordpress.com]
Minggu, 07 Juni 2015
Hadiah Cincin Penghuni Surga dan Neraka
Diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ketika Allah swt. hendak memasukkan ahli surga ke dalam surga-Nya, Dia akan mengutus malaikat yang membawa hadiah dan busana surgawi. Saat ahli surga itu akan masuk, malaikat berkata kepada mereka, ‘Sesungguhnya aku membawa hadiah dari Tuhan semesta alam.’ Ahli surga pun bertanya, ‘Apa hadiahnya?’ Malaikat itu menjawab, “Hadiah itu berupa sepuluh cincin yang masing-masing terukir kalimat sebagai berikut:
1. Cincin pertama bertuliskan kalimat, ‘salâmun ‘alaikum thibtum fadkhulûhâ khâlidîn” (keselamatan atas kalian, berbahagialah kalian. Masuklah kalian ke surga dan engkau kekal di dalamnya).
2. Cincin kedua bertuliskan kalimat, ‘rafa’tu ‘ankumul ahzâna wal humûm” (telah Aku hilangkan rasa sedih dan kesusahan dari kalian).
3. Cincin ketiga bertuliskan kalimat, ‘wa tilkal jannatullatî ûritstumûhâ bimâ kuntum ta’malûn’ (inilah surga yang diwariskan kepada kalian lantaran amal-amal yang telah kalian perbuat).
4. Cincin keempat bertuliskan kalimat, ‘albasnâkumul hulal wal hulliyya’ (telah Aku berikan kepada kalian pakaian dan perhiasan).
5. Cincin kelima bertuliskan kalimat, “wa zawwajnâhum bi hûrin ‘în. Innî jazaituhumul yauma bimâ shabarû annahum humul fâ`izûn” (dan Kami jodohkan mereka di dalam surga dengan para bidadari. Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka pada hari ini karena kesabaran mereka. Sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang).
6. Cincin keenam bertuliskan kalimat, ‘hâdzâ jazâ`ukumul yauma bimâ fa’altum minath thâ’ah’ (inilah balasan kalian hari ini karena ketaatan yang telah kalian lakukan).
7. Cincin ketujuh bertuliskan kalimat, ‘shirtum syubbânan lâ tahrimûna abadan’ (kalian telah menjadi muda dan tidak akan menjadi tua selamanya).
8. Cincin kedelapan bertuliskan kalimat, ‘shirtum âminîna lâ takhâfûna abadan” (kalian telah aman dan tidak akan merasa takut).
9. Cincin kesembilan bertuliskan kalimat, ‘wâfaqtumul anbiyâ`a wash-shiddîqîn wasy-syuhadâ`a wash-shâlihîn’ (kalian akan berdampingan dengan para nabi, shidiqîn, para syuhada dan orang-orang yang saleh).
10. Cincin kesepuluh bertuliskan kalimat, ‘sakantum fî jiwârir rahmâni dzil ‘arsyil karîm’ (kalian akan bertempat tinggal di sisi Allah yang Maha Pengasih, pemilik ‘Arsy yang mulia).
Kemudian malaikat berkata, ‘Masuklah kalian ke dalam surga diiringi keselamatan dan kedamaian!’ Mereka pun memasuki surga seraya mengucapkan, ‘Alhamdulillâhil ladzî adzhaba ‘annâl hazan. Inna rabbaka laghafûrun syakûr. Alhamdulillâhil ladzî shadaqanâ wa’dahû wa auratsanal ardha natabawwa`u minal jannati haitsu nasyâa’, fani’ma ajrul ‘âmilîn” (Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sesungguhnya Rabb kami benar-benar Maha Pengampun, Maha Membalas kebaikan. Segala puji bagi Allah yang telah menepati janji-Nya kepada kami dan telah mewariskan bumi kepada kami untuk kami tinggali sesuai kehendak kami. Maka itulah sebaik-baiknya balasan bagi orang yang beramal saleh).
Demikian juga, apabila Allah swt. hendak memasukkan penghuni neraka ke dalam neraka, Dia akan mengutus malaikat yang membawa sepuluh cincin. Masing-masing bertuliskan sebagai berikut:
1. Cincin pertama bertuliskan, ‘udkhulûhâ lâ tamûtûna fîhâ abadan walâ tahyauna walâ takhrujûn’ (Masuklah kalian ke dalamnya, kalian tidak akan mati, tidak akan hidup, dan tidak akan keluar selamanya).
2. Cincin kedua bertuliskan, ‘khudhû fil ‘azâb lâ râhata lakum” (ceburkanlah diri kalian ke dalam siksa api neraka yang tak pernah berhenti).
3. Cincin ketiga bertuliskan, ‘ai’asû mir rahmatî’ (berputus asalah kalian dari rahmat-Ku).
4. Cincin keempat bertuliskan, ‘udkhulûhâ fil hammi wal ghammi wal huzni abadan’ (masuklah kalian dalam kesusahan, kesengsaraan dan kesedihan selamanya).
5. Cincin kelima bertuliskan, ‘libâsukum nâr, wa tha’âmukum az-zaqqûm, wa syarâbukumul hamîm, wa mihâdukum an-nâr wa mazhâlukum an-nâr” (pakaian kalian adalah api, makanan kalian adalah buah zaqqum, minuman kalian adalah air mendidih, alas tidur kalian terbuat dari api dan payung kalian juga dari api).
6. Cincin keenam bertuliskan, ‘hâdzâ jazâ`ukumul yauma bimâ fa’altum min ma’shiyatî’ (inilah balasan kalian hari ini karena telah melakukan kedurhakaan kepada-Ku).
7. Cincin ketujuh bertuliskan, ‘sukhtî ‘alaikum fin nâr abadan’ (murka-Ku atas kalian selamanya di neraka).
8. Cincin kedelapan bertuliskan, ‘’alaikumul la’natu bimâ ta’ammadtum minadz dzunûb al-kabâ`iri walam tatûbû wa lam tandamû’ (laknat atas kalian karena dosa-dosa besar yang sengaja kalian perbuat, sedangkan kalian tidak segera bertobat dan tidak pula menyesal).
9. Cincin kesembilan bertuliskan, ’quranâ`ukum asy-syayâthîn fin nâr abadan” (sahabat-sahabat kalian di neraka adalah setan).
10. Cincin kesepuluh bertuliskan, ‘ittaba’tumusy-syaithân wa aradtumud dunyâ wa taraktumul âkhirah. Fa hâdzâ jazâ`ukum. (kalian telah menuruti setan, sehingga kalian lebih senang terhadap dunia dan meninggalkan akhirat. Inilah balasan bagi kalian).
--Nasha'ihul-'Ibad karya Imam Nawawi Al-Bantani
Jumat, 05 Juni 2015
3 Perkara Yang Disukai
3 Perkara yang Disukai oleh Allah dan Rasul-Nya serta Khulafaur Rasyidin
Pada suatu hari Rasulullah SAW duduk bersama sahabat-sahabatnya.Kemudian bertanya kepada mereka bermula di tanyakan kepada Sayyidina Abu Bakar AS:
"Apa yang kamu suka dari dunia ini?"
Dan berkatalah Sayyidina Abu Bakar ra..
"Aku suka dari dunia ini 3 perkara :
1.Duduk-duduk bersama Rasulullah
2.Melihat wajah Mu ya Rasullah
3.Aku korbankan harta ku untuk Mu ya Rasulullah "
Lalu Rasululluh SAW bertanya dengan Sayyidina Umar ra.
"Bagaimana pula dengan mu ya Umar?"
Jawab Sayyidina Umar..
"Ada 3 perkara juga yang aku suka:
1.Membuat kebaikan wlaupun dlm keadaan manusia tidak mengetahuinya.
2.Mencegah kemungkaran wlaupun dalam keadaan terang-terangan
3.Berkata yang benar walaupun pahit"
"Dan bagaimana pula dengan wahai Utsman?"
Berkata Sayyidina Utsman :
"Ada 3 perkara yang aku suka:
1.Memberi makan
2.Memberi salam
3.Bersolat malam di waktu manusia tidur"
"Bagaimana pula degan kamu wahai Ali?"
"Aku juga cintakan 3 perkara:
1.Memuliakan tetamu
2.Berpuasa di musim panas
3.Dan memukul musuh dengan pedang"
Kemudian bertanya Rasulullah pada Abu dzar.
"Apa yang kamu suka di dunia ini?"
Berkata ssyyidina Abu Dzar :
"Aku suka 3 perkara di dunia ini:
1.Lapar
2.Sakit
3.Mati"
Kemudian Rasulullah bertanya, "Kenapa wahai Abu Dzar?"
Berkata Sy Abu Dzar, "Aku sukakan lapar kerana utk membersihkan hati. Aku sukakan sakit karena untuk mengurangkan dosa” ku. Aku sukakan maut karena untuk bertemu Tuhanku".
Kemudian bersabdalah Rasulullah SAW :
"Aku cintakan dari dunia ini 3 perkara:
1.Wangi-wangian
2.Wanita yang solehah
3.Sholat menjadi penyejuk hati ku"
Kemudian di waktu itu turunlah malaikat Jibril as memberi salam pada Rasulullah SAW dan para sahabat. Kemudian malaikat Jibril mengatakan "Aku sukakan di dunia kamu ini 3 perkara:
1.Menyampaikan risalah
2.Menunaikan amanah
3.Cinta terhadap orang miskin"
Kemudian malaikat Jibril naik ke langit dan turun sekali lagi ke bumi & berkata :
"Sesungguhnya Allah SWT mengucapkan salam kepada kamu semua dan Allah SWT berkata; Sesungguhnya Allah suka pada dunia kamu ini 3 perkara :
1.Lidah yang sentiasa berzikir
2.Hati yang sentiasa khusyuk
3.Jasad yang sabar menanggung ujian.
Kamis, 04 Juni 2015
Maqolah Kajian Kitab Nashoihul Ibad Bagian-1
Bismillahirahmanirahim, Qola Mu'alif Rohimakumullah Wa'anfaana Fi 'ulumihi Fidaroini Amin.
Maqolah 1
Diriwayatkan dari Nabi SAW, sesungguhnya Beliau bersabda, "Ada dua
perkara, tidak ada sesuatu yang lebih utama dari dua perkara tersebut,
yaitu iman kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada sesama muslim. Baik
dengan ucapan atau kekuasaannya atau dengan hartanya atau dengan
badannya.
– Rasuulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang pada waktu pagi hari
tidak mempunyai niat untuk menganiaya terhadap seseorang maka akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". Dan "Barang siapa pada waktu
pagi hari memiliki niat memberikan pertolongan kepada orang yang
dianiaya atau memenuhi hajat orang islam, maka baginya mendapat pahala
seperti pahala hajji yang mabrur).
– Dan Nabi SAW bersabda, "Hamba yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan amal yang paling utama adalah membahagiakan hati orang mukmin dengan menghilangkan laparnya, atau menghilangkan kesusahannya, atau membayarkan hutangnya.
– Dan Nabi SAW bersabda, "Hamba yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan amal yang paling utama adalah membahagiakan hati orang mukmin dengan menghilangkan laparnya, atau menghilangkan kesusahannya, atau membayarkan hutangnya.
-Dan ada dua perkara, tidak ada sesuatu yang lebih buruk dari dua
tersebut yaitu syirik kepada Allah dan mendatangkan bahaya kepada
kaummuslimin. Baik membahayakan atas badannya, atau hartanya. Karena
sesungguhnya semua perintah Allah kembali kepada dua masalah tersebut.
Mengagungkan Allah dan berbuat baik kepada makhluknya, sebagaimana
firman Allah Ta’ala Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan firman
Allah Ta’ala Hendaklah kamu bersyukur kepadaKu dan kepada kedua orang
tuamu.
Maqolah 2
Nabi SAW bersabda, "wajib bagi kamu semua untuk duduk bersama para Ulama" artinya yang mengamalkan ilmunya, dan mendengarkan kalam para ahli hikmah artinya orang yang mengenal Tuhan. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala akan menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah-ilmu yang bermanfaat sebagaimana Allah menghidupkan bumi yang mati dengan air hujan. Dan dalam riwayat lain dari Thabrani dari Abu Hanifah : “Duduklah kamu dengan orang dewasa, dan bertanyalah kamu kepada para Ulama' dan berkumpulah kamu dengan para ahli hikmah” dan dalam sebuah riwayat, “duduklah kamu degan para ulama, dan bergaulah dengan kubaro’ ”.
Nabi SAW bersabda, "wajib bagi kamu semua untuk duduk bersama para Ulama" artinya yang mengamalkan ilmunya, dan mendengarkan kalam para ahli hikmah artinya orang yang mengenal Tuhan. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala akan menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah-ilmu yang bermanfaat sebagaimana Allah menghidupkan bumi yang mati dengan air hujan. Dan dalam riwayat lain dari Thabrani dari Abu Hanifah : “Duduklah kamu dengan orang dewasa, dan bertanyalah kamu kepada para Ulama' dan berkumpulah kamu dengan para ahli hikmah” dan dalam sebuah riwayat, “duduklah kamu degan para ulama, dan bergaulah dengan kubaro’ ”.
Sesungguhnya Ulama itu ada dua macam,
1. orang yang alim tentang hukum-hukum Allah, mereka itulah yang memiliki fatwa, dan
2. ulama yang ma’rifat akan Allah, mereka itulah para hukama’ yang
dengan bergaul dengan mereka akan dapat memperbaiki akhlak, karena
sesungguhnya hati mereka telah bersinar sebab ma’rifat kepada Allah
demikian juga sirr / rahasia mereka telah bersinar disebabkan nur
keagungan Allah.
Telah bersabda Nabi SAW, akan hadir suatu masa atas umatku, mereka menjauh dari para ulama dan fuqaha, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka dengan tiga cobaan,
Telah bersabda Nabi SAW, akan hadir suatu masa atas umatku, mereka menjauh dari para ulama dan fuqaha, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka dengan tiga cobaan,
1. Allah akan menghilangkan berkah dari rizkinya.
2. Allah akan mengirim kepada mereka penguasa yang zalim
3. Mereka akan keluar meninggalkan dunia tanpa membawa iman kepada Allah Ta’ala Na’udzubiLlahi min dzaalik.
Maqolah 3
Dari Abi Bakar As-Shiddiq RA, "Barang siapa yang memasuki kubur tanpa membawa bekal yaitu berupa amal shalih maka keadaannya seperti orang yang menyeberangi lautan tanpa menggunakan perahu. Maka sudahlah pasti ia akan tenggelam dengan setenggelam-tenggelamnya dan tidak mungkin akan selamat kecuali mendapatkan pertolongan oleh orang-orang yang dapat menolongnya.. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, tidaklah seorang mayat yang meninggal itu, melainkan seperti orang yang tenggelam yang meminta pertolongan.
Dari Abi Bakar As-Shiddiq RA, "Barang siapa yang memasuki kubur tanpa membawa bekal yaitu berupa amal shalih maka keadaannya seperti orang yang menyeberangi lautan tanpa menggunakan perahu. Maka sudahlah pasti ia akan tenggelam dengan setenggelam-tenggelamnya dan tidak mungkin akan selamat kecuali mendapatkan pertolongan oleh orang-orang yang dapat menolongnya.. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, tidaklah seorang mayat yang meninggal itu, melainkan seperti orang yang tenggelam yang meminta pertolongan.
Maqolah 4
Dari ‘Umar RA,-dinukilkan dari Syaikh Abdul Mu’thy As-sulamy, sesungguhnya Nabi SAW bertanya kepada Jibril AS,
Dari ‘Umar RA,-dinukilkan dari Syaikh Abdul Mu’thy As-sulamy, sesungguhnya Nabi SAW bertanya kepada Jibril AS,
– Beritahukan kepadaku sifat kebaikan sahabat ‘Umar’. Maka Jibril
menjawab, ‘Jika saja lautan dijadikan tinta dan tumbuh-tumbuhan
dijadikan pena niscaya tidak akan cukup melukiskan sifat kebaikannya.
– Kemudian Nabi bersabda, beritahukan kepadaku kebaikan sifat Abu Bakar,”. Maka Jibril menjawab, ”’Umar hanyalah satu kebaikan dari beberapa kebaikan Abu Bakar RA. Umar RA berkata, kemuliaan dunia dengan banyaknya harta. Dan kemuliaan akhirat adalah dengan bagusnya amal. Maksudnya, urusan dunia tidak akan lancar dan sukses kecuali dengan dukungan harta benda. Demikian pula perkara akhirat tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan amal perbuatan yang baik.
– Kemudian Nabi bersabda, beritahukan kepadaku kebaikan sifat Abu Bakar,”. Maka Jibril menjawab, ”’Umar hanyalah satu kebaikan dari beberapa kebaikan Abu Bakar RA. Umar RA berkata, kemuliaan dunia dengan banyaknya harta. Dan kemuliaan akhirat adalah dengan bagusnya amal. Maksudnya, urusan dunia tidak akan lancar dan sukses kecuali dengan dukungan harta benda. Demikian pula perkara akhirat tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan amal perbuatan yang baik.
Maqolah 5
Dari ‘Utsman RA, "menyusahi dunia akan menggelapkan hati. Dan menyusahi akhirat akan menerangkan hati. Artinya, menyusahi urusan yang berhubungan dengan urusan dunia maka akan menjadikan hati menjadi gelap. Dan menyusahi perkara yang berhubungan dengan urusan akhirat akan menjadaikan hati menjadi terang. Yaa Allah jangan jadikan dunia sebesar-besar perkara yang kami susahi, dan bukan pula puncak ilmu kami.
Dari ‘Utsman RA, "menyusahi dunia akan menggelapkan hati. Dan menyusahi akhirat akan menerangkan hati. Artinya, menyusahi urusan yang berhubungan dengan urusan dunia maka akan menjadikan hati menjadi gelap. Dan menyusahi perkara yang berhubungan dengan urusan akhirat akan menjadaikan hati menjadi terang. Yaa Allah jangan jadikan dunia sebesar-besar perkara yang kami susahi, dan bukan pula puncak ilmu kami.
Maqolah 6
Dari ‘Aly RA wa KarramaLlaahu Wajhah, "Barang siapa yang mencari ilmu maka surgalah sesungguhnya yang ia cari. Dan barang siapa yang mencari maksiat maka sesungguhnya nerakalah yang ia cari, Artinya barang siapa yang menyibukkan diri dengan mencari ilmu yang bermanfaat, yang mana tidak boleh tidak bagi orang yang aqil baligh untuk mengetahuinya maka pada hakekatnya ia mencari surga dan mencari ridho Allah SWT. Dan barang siapa yang menginginkan ma’siyat, maka pada hakekatnya nerakalah yang ia cari, dan kemarahan Allah Ta’ala.
Dari ‘Aly RA wa KarramaLlaahu Wajhah, "Barang siapa yang mencari ilmu maka surgalah sesungguhnya yang ia cari. Dan barang siapa yang mencari maksiat maka sesungguhnya nerakalah yang ia cari, Artinya barang siapa yang menyibukkan diri dengan mencari ilmu yang bermanfaat, yang mana tidak boleh tidak bagi orang yang aqil baligh untuk mengetahuinya maka pada hakekatnya ia mencari surga dan mencari ridho Allah SWT. Dan barang siapa yang menginginkan ma’siyat, maka pada hakekatnya nerakalah yang ia cari, dan kemarahan Allah Ta’ala.
Maqolah 7
Dari Yahya bin Muadz RA, "Tidak akan durhaka kepada Allah orang-orang yang mulia", yaitu orang yang baik tingkah lakunya Yaitu mereka yang memuliakan dirinya dengan menghiasinya dengan taqwa dan menjaga diri dari ma’siyat. Dan tidak akan memilih dunia dari pada akhirat orang-orang yang bijaksana Artinya orang bijak / hakiim tidak akan mendahulukan atau mengutamakan urusan dunia dari pada urusan akhirat. Adapun orang hakiim adalah orang yang mencegah dirinya dari pada bertentangan dengan kebenaran akal sehatnya.
Dari Yahya bin Muadz RA, "Tidak akan durhaka kepada Allah orang-orang yang mulia", yaitu orang yang baik tingkah lakunya Yaitu mereka yang memuliakan dirinya dengan menghiasinya dengan taqwa dan menjaga diri dari ma’siyat. Dan tidak akan memilih dunia dari pada akhirat orang-orang yang bijaksana Artinya orang bijak / hakiim tidak akan mendahulukan atau mengutamakan urusan dunia dari pada urusan akhirat. Adapun orang hakiim adalah orang yang mencegah dirinya dari pada bertentangan dengan kebenaran akal sehatnya.
Maqolah 8
Dari A’Masy, nama lengkapnya adalah Abu Sulaiman bin Mahran AL-Kuufy RA, "Barang siapa yang bermodalkan taqwa, maka kelulah lidah untuk menyebutkan sifat keberuntungannya dan barang siapa yang bermodalkan dunia, maka kelulah lidah untuk menyebut sebagai kerugian dalam hal agamanya, Artinya barang siapa yang bermodalkan taqwa dengan melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya dimana dasar dari amal perbuatannya adalah selalu bersesuaian dengan syari’at, maka baginya pasti mendapatkan kebaikan yang sangat besar tanpa dapat dihitung dalam hal kebaikan yang diperolehnya.
Dan kebalikannya barang siapa yang perbuatannya selalu berseberangan dengan hukum syari’at, maka baginya kerugian yang sangat besar bahkan lidahpun sampai tidak dapat menyebutkannya.
Dari A’Masy, nama lengkapnya adalah Abu Sulaiman bin Mahran AL-Kuufy RA, "Barang siapa yang bermodalkan taqwa, maka kelulah lidah untuk menyebutkan sifat keberuntungannya dan barang siapa yang bermodalkan dunia, maka kelulah lidah untuk menyebut sebagai kerugian dalam hal agamanya, Artinya barang siapa yang bermodalkan taqwa dengan melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya dimana dasar dari amal perbuatannya adalah selalu bersesuaian dengan syari’at, maka baginya pasti mendapatkan kebaikan yang sangat besar tanpa dapat dihitung dalam hal kebaikan yang diperolehnya.
Dan kebalikannya barang siapa yang perbuatannya selalu berseberangan dengan hukum syari’at, maka baginya kerugian yang sangat besar bahkan lidahpun sampai tidak dapat menyebutkannya.
Maqolah 9
Diriwayatkan dari Sufyan Atsauri, beliau adalah guru dari Imam Malik RA, "Setiap ma’siyat yang timbul dari dorongan syahwat yaitu keinginan yang teramat sangat akan sesuatu maka dapat diharapkan akan mendapat ampunanNya. Dan setiap ma’siyat yang timbul dari takabur atau sombong yaitu mendakwakan diri lebih utama atau mulia dari yang lain , maka maksiyat yang demikian ini tidak dapat diharapkan akan mendapat ampunan dari Allah, Karena maksiyat iblis berasal dari ketakaburannya yang tidak mau hormat kepada Nabi Adam AS atas perintah Allah dimana ia menganggap dirinya lebih mula dari Nabi Adam AS yang diciptakan dari tanah sedangkan ia/iblis diciptakan dari api. Dan sesungguhnya kesalahan Nabi Adam AS adalah karena keinginannya yang teramat sangat untuk memakan buah yang dilarang oleh Allah untuk memakannya.
Diriwayatkan dari Sufyan Atsauri, beliau adalah guru dari Imam Malik RA, "Setiap ma’siyat yang timbul dari dorongan syahwat yaitu keinginan yang teramat sangat akan sesuatu maka dapat diharapkan akan mendapat ampunanNya. Dan setiap ma’siyat yang timbul dari takabur atau sombong yaitu mendakwakan diri lebih utama atau mulia dari yang lain , maka maksiyat yang demikian ini tidak dapat diharapkan akan mendapat ampunan dari Allah, Karena maksiyat iblis berasal dari ketakaburannya yang tidak mau hormat kepada Nabi Adam AS atas perintah Allah dimana ia menganggap dirinya lebih mula dari Nabi Adam AS yang diciptakan dari tanah sedangkan ia/iblis diciptakan dari api. Dan sesungguhnya kesalahan Nabi Adam AS adalah karena keinginannya yang teramat sangat untuk memakan buah yang dilarang oleh Allah untuk memakannya.
Maqolah 10
Dari sebagian ahli zuhud yaitu mereka yang menghinakan kenikmatan dunia dan tidak peduli dengannya akan tetapi mereka mengambil dunia sekedar dharurah/darurat sesuai kebutuhan minimumnya. "Barangsiapa yang melakukan perbuatan dosa dengan tertawa bangga, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka dalam keadaan menangis- karena seharusnya ia menyesal dan memohon ampunan kepada Allah bukannya berbangga hati. Dan "barangsiapa yang ta’at kepada Allah dengan menangis- karena malu kepada Allah dan Takut kepadaNya karena merasa banyak kekurangan dalam hal ta’at kepaadNya, Maka Allah akan memasukkanNya ke dalam surga dalam keadaan tertawa gembira dengan sebenar-benar gembira karena mendapatkan apa yang menjadi tujuannya selama ini yaitu ampunan dari Allah.
Dari sebagian ahli zuhud yaitu mereka yang menghinakan kenikmatan dunia dan tidak peduli dengannya akan tetapi mereka mengambil dunia sekedar dharurah/darurat sesuai kebutuhan minimumnya. "Barangsiapa yang melakukan perbuatan dosa dengan tertawa bangga, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka dalam keadaan menangis- karena seharusnya ia menyesal dan memohon ampunan kepada Allah bukannya berbangga hati. Dan "barangsiapa yang ta’at kepada Allah dengan menangis- karena malu kepada Allah dan Takut kepadaNya karena merasa banyak kekurangan dalam hal ta’at kepaadNya, Maka Allah akan memasukkanNya ke dalam surga dalam keadaan tertawa gembira dengan sebenar-benar gembira karena mendapatkan apa yang menjadi tujuannya selama ini yaitu ampunan dari Allah.
Maqolah 11
Dari sebagian ahli hikmah / Aulia’ Janganlah kamu menyepelekan dosa
yang kecil karena dengan selalu menjalankannya maka lama kelamaan akan
tumbuhlah ia menjadi dosa besar. Bahkan terkadang murka Tuhan itu ada
pada dosa yang kecil-kecil.
Maqolah 12
Dari Nabi SAW : "Tidaklah termasuk dosa kecil apabila dilakukan secara terus menerus" karena dengan dilakukan secara terus menerus, maka akan menjadi besarlah ia. Dan tidaklah termasuk dosa besar apabila disertai dengan taubat dan istighfar" Yaitu taubat dengan syarat-syaratnya. Karena sesungguhnya taubat dapat menghapus bekas-bekas dosa yang dilakukan meskipun yang dilakukan tersebut dosa besar. Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-dailamy dari Ibni Abbas RA.
Dari Nabi SAW : "Tidaklah termasuk dosa kecil apabila dilakukan secara terus menerus" karena dengan dilakukan secara terus menerus, maka akan menjadi besarlah ia. Dan tidaklah termasuk dosa besar apabila disertai dengan taubat dan istighfar" Yaitu taubat dengan syarat-syaratnya. Karena sesungguhnya taubat dapat menghapus bekas-bekas dosa yang dilakukan meskipun yang dilakukan tersebut dosa besar. Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-dailamy dari Ibni Abbas RA.
Maqolah 13
Keinginan orang arifiin adalah memujiNya, maksudnya keinginan orang ahli ma’rifat adalah memuji Allah Ta’ala dengan keindahan sifat-sifatnya, dan keinginan orang-orang zuhud adalah do’a kepadaNya, yaitu permintaan kepada Allah sekedar hajat kebutuhannya dari dunia dengan segenap hatinya, dimana yang dimaksud do’a adalah meminta dengan merendahkan diri kepadaNya dengan memohon diberi kebaikan kepadanya, Karena keinginan orang arif/ ahli ma’rifat dari Tuhannya bukanlah pahala ataupun surga) sedangkan keinginan orang zuhud adalah untuk kepentingan dirinya sendiri, yaitu untuk kemanfatan dirinya dari pahala dan surga yang didapatkannya. Maka demikianleh perbedaan orang yang keinginan hatinya mendapatkan bidadari dan orang yang cita-citanya adalah keterbukaan hatinya.
Keinginan orang arifiin adalah memujiNya, maksudnya keinginan orang ahli ma’rifat adalah memuji Allah Ta’ala dengan keindahan sifat-sifatnya, dan keinginan orang-orang zuhud adalah do’a kepadaNya, yaitu permintaan kepada Allah sekedar hajat kebutuhannya dari dunia dengan segenap hatinya, dimana yang dimaksud do’a adalah meminta dengan merendahkan diri kepadaNya dengan memohon diberi kebaikan kepadanya, Karena keinginan orang arif/ ahli ma’rifat dari Tuhannya bukanlah pahala ataupun surga) sedangkan keinginan orang zuhud adalah untuk kepentingan dirinya sendiri, yaitu untuk kemanfatan dirinya dari pahala dan surga yang didapatkannya. Maka demikianleh perbedaan orang yang keinginan hatinya mendapatkan bidadari dan orang yang cita-citanya adalah keterbukaan hatinya.
Maqolah 14
diriwayatkan dari sebagian hukama’ yaitu orang yang ahli mengobati jiwa manusia, dan mereka itulah para wali Allah.
– Barangsiapa yang menganggap ada pelindung yang lebih utama dari Allah
maka sangat sedikitlah ma’rifatnya kepada Allah, Maknanya adalah barang
siapa yang menganggap ada penolong yang lebih dekat daripada
pertolongan Allah, maka sesungguhnya dia belum mengenal Allah.
– Dan barang siapa yang menganggap ada musuh yang lebih berbahaya
daripada nafsunya sendiri, maka sedikitlah ma’rifatnya/pengetahuannya
tentang nafsunya Artinya adalah barang siapa yang berperasangka ada
musuh yang lebih kuat dari pada hawa nafsunya yang selalu mengajak
kepada kejahatan, maka sedikitlah ma’rifatnya/pengetahuannya akan hawa
nafsunya sendiri.
Maqolah 15
Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Menafsiri firman Allah Ta’ala, “Sungguh telah nyatalah kerusakan baik di daratan maupun di lautan, maka beliau memberikan tafsirannya (Yang dimaksud Al-Barr/ daratan adalah lisan.Sedangkan yang dimaksud Al-Bahr / lautan adalah hati). Apabila lisan telah rusak dikarenakan mengumpat misalnya, maka akan menangislah diri seseorang / anak cucu adam. Akan tetapi apabila hati yang rusak disebabkan karena riya’ misalnya, maka akan menangislah malaikat. Dan diperumpamakan hati/qalb dengan lautan adalah dikarenkan sangat dalamnya hati itu.
Maqolah 16
Dikatakan, karena syahwat maka seorang raja berubah menjadi hamba sahaya/budak karena sesungguhnya barang siapa yang mencintai sesuatu maka ia akan menjadi hamba dari sesuatu yang dicintainya. dan sabar akan membuat seorang hamba sahaya berubah menjadia seorang raja, karena seoang hamba dengan kesabarannya akan memperoleh apa yang ia inginkan.Apakah belum kita ketahui kisah seorang hamba yang mulia putra seorang yang mulia, putera seorang yang mulia Sayyidina Yusuf AS Ash-Shiddiq, putera Ya’qub yang penyabar, putera Ishaq yang penyayang, putera Ibrahim Al-Khalil AS dengan Zulaikha. Sesungguhnya ia zulaikha sangat cinta kepada Sayyidina Yusuf AS dan Sayyidina Yusuf bersabar dengan tipudayanya.
Dikatakan, karena syahwat maka seorang raja berubah menjadi hamba sahaya/budak karena sesungguhnya barang siapa yang mencintai sesuatu maka ia akan menjadi hamba dari sesuatu yang dicintainya. dan sabar akan membuat seorang hamba sahaya berubah menjadia seorang raja, karena seoang hamba dengan kesabarannya akan memperoleh apa yang ia inginkan.Apakah belum kita ketahui kisah seorang hamba yang mulia putra seorang yang mulia, putera seorang yang mulia Sayyidina Yusuf AS Ash-Shiddiq, putera Ya’qub yang penyabar, putera Ishaq yang penyayang, putera Ibrahim Al-Khalil AS dengan Zulaikha. Sesungguhnya ia zulaikha sangat cinta kepada Sayyidina Yusuf AS dan Sayyidina Yusuf bersabar dengan tipudayanya.
Maqolah 17
Beruntunglah orang yang menjadikan akalnya sebagai pemimpin dengan mengikuti petunjuk akalnya yang sempurna sedangkan hawa nafsunya menjadi tahanan dan celakalah bagi orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai penguasanya, dengan melepaskannya dalam menuruti apa yang di inginkannya, sedangkan akalnya menjadi hambanya yaitu akal tersebut terhalang untuk memikirkan ni’mat Allah dan keagungan Allah.
Beruntunglah orang yang menjadikan akalnya sebagai pemimpin dengan mengikuti petunjuk akalnya yang sempurna sedangkan hawa nafsunya menjadi tahanan dan celakalah bagi orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai penguasanya, dengan melepaskannya dalam menuruti apa yang di inginkannya, sedangkan akalnya menjadi hambanya yaitu akal tersebut terhalang untuk memikirkan ni’mat Allah dan keagungan Allah.
Maqolah 18
Barang siapa yang meninggalkan perbuatan dosa, maka akan lembutlah hatinya, maka hati tersebut akan senang menerima nasihat dan ia khusyu’/ memperhatikan akan nasihat tersebut. Barang siapa yang meninggalkan sesuatu yang haram baik dalam hal makanan, pakaian dan yang lainnya dan ia memakan sesuatu yang halal maka akan jernihlah pikirannya didalam bertafakur tentang semua ciptaan Allah yang menjadi petunjuk akan adanya Allah Ta’ala yang menghidupkan segala sesuatu setelah kematiannya demikian pula menjadi petunjuk akan keEsaan Allah dan kekuasaanNya dan ilmuNya.
Barang siapa yang meninggalkan perbuatan dosa, maka akan lembutlah hatinya, maka hati tersebut akan senang menerima nasihat dan ia khusyu’/ memperhatikan akan nasihat tersebut. Barang siapa yang meninggalkan sesuatu yang haram baik dalam hal makanan, pakaian dan yang lainnya dan ia memakan sesuatu yang halal maka akan jernihlah pikirannya didalam bertafakur tentang semua ciptaan Allah yang menjadi petunjuk akan adanya Allah Ta’ala yang menghidupkan segala sesuatu setelah kematiannya demikian pula menjadi petunjuk akan keEsaan Allah dan kekuasaanNya dan ilmuNya.
– Dan yang demikian ini terjadi apabila ia mempergunakan fikirannya dan
melatih akalnya bahwa Allah SubhanaHu Wata’ala yang menciptakan dia
dari nuthfah di dalam rahim, kemudian menjadi segumpal darah, kemudian
menjadi segumpal daging, kemudian Allah menjadikan tulang dan daging dan
urat syaraf serta menciptakan anggota badan baginya. Kemudian Alah
memberinya pendengaran, penglihatan dan semua anggota badan, kemudian
Allah memudahkannya keluar sebagai janian dari dalam rahim ibunya, dan
memberinya ilham untuk menyusu kepada ibunya, dan Allah menjadikannya
pada awal kejadian dengan tanpa gigi gerigi kemudian Allah menumbuhkan
gigi tersebut untuknya, kemudian Allah menanggalkan gigi tersebut pada
usia 7 tahun kemudian Allah menumbuhkan kembali gigi tersebut. Kemudian
Allah menjadikan keadaan hambanya selalu berubah dari kecil kemudian
tumbuh menjadi besar dan dari muda berubah menjadi tua renta dan dari
keadaan sehat berubah menjadi sakit. Kemudian Alah menjadikan bagi
hambaNya pada setiap hari mengalami tidur dan jaga demikian pula
rambutnya dan kuku-kukunya manakala ia tanggal maka akan tumbuh lagi
seperti semula.
Demikian pula malam dan siang yang selalu bergantian, apabila hilang
yang satu maka akan disusul dengan timbulnya yang lain. Demikian pula
dengan adanya matahari, rembulan, bintang-bintang dan awan dan hujan
yang semuanya datang dan pergi.
Demikian pula bertafakur tentang rembulan yang berkurang pada setiap malamnya,kemudian menjadi purnama, kemudian berkurang kembali. Seperti itu pula pada gerhana matahari dan rembulan ketika hilang cahayanya keudian cahaya itu kembali lagi.
Demikian pula bertafakur tentang rembulan yang berkurang pada setiap malamnya,kemudian menjadi purnama, kemudian berkurang kembali. Seperti itu pula pada gerhana matahari dan rembulan ketika hilang cahayanya keudian cahaya itu kembali lagi.
Kemudian berfikir tentang bumi yang gersang lagi tandus maka Allah
menumbuhkannya dengan berbagai macam tanaman, kemudian Allah
menghilangkan lagi tanaman tersebut kemudian menumbuhkannya kembali.
Maka kita akan dapat berkesimpulan bahwa Allah Dzat yang mampu berbuat
yang sedemikian ini tentu mampu untuk menghidupkan sesuatu yang telah
mati. Maka wajib bagi hamba untuk selalu bertafakur pada hal yang
demikian sehingga menjadi kuatlah imannya akan hari kebangkitan setelah
kematian, dan pula ia mengetahui bahwa Allah pasti membangkitkannya da
membalas segala amal perbuatannya. Maka dengan seberapa imannya dari hal
yang demikian yang membuat kita bersungguh-sungguh melaksanakan ta’at
atau menjauhi ma’siyat.
Maqolah 19
Telah diwahyukan kepada sebagian Nabi Ta’atlah kepadaKu akan apa yang Aku perintahkan dan janganlah bermaksiyat kepadaku dari apa yang Aku nasehatkan kepadamu. Artinya dari nasihat yang dengannya seorang hamba akan mendapatkan kebaikan dan dengan apa yang dilarang maka seorang hamba akan tehindar dari kerusakan.
Telah diwahyukan kepada sebagian Nabi Ta’atlah kepadaKu akan apa yang Aku perintahkan dan janganlah bermaksiyat kepadaku dari apa yang Aku nasehatkan kepadamu. Artinya dari nasihat yang dengannya seorang hamba akan mendapatkan kebaikan dan dengan apa yang dilarang maka seorang hamba akan tehindar dari kerusakan.
Simak di: http://www.sarkub.com/2013/kajian-kitab-nashoihul-ibad-syekh-nawawi-al-bantany-bagian-1/#ixzz3c9m3KtKD
Powered by Menyansoft
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook
4 Pilar Tegaknya Suatu Negara / Agama
Kali ini kita coba untuk mengenal
golongan Islam lebih jauh dengan memahami bagaimana cara memperkuat
masyarakat Islam. Teori ini disarikan dari sebuah hadist Rasulullah yang
bisa kita kenal sebagai “Empat Pilar Umat Islam” yang isinya berbeda
dengan Empat Pilar Kebangsaan-nya golongan nasionalis. Adapun keempat
pilar itu adalah:
“Sabda Rasulullah SAW, tegaknya Negara ditunjang empat pilar. Pertama bi’ilmil ulama (dengan ilmu ulama), kedua bi-adillatil umaro (dengan keadilan para pemimpin/pejabat/pemerintah/penguasa), ketiga bisaqoowatil aghniyaa (peran para aghniya/orang-orang kaya), keempat bidu’aail fuqoroo-i wal masaakiin (doanya orang-orang lemah).”
Bagaimanakah cara kita membumikan pesan Nabi itu? Jika tidak ada pemuda muslim yang melakukan penerjemahan bukan mustahil bila petunjuk Rasul ini akan menjadi nasihat sambil lalu saja. Adalah tugas kaum revousioner Islam untuk menilaigunakan hadist ini agar bisa dipakai dalam perpolitikan golongan Islam. Hal penting dari pemaknaan hadist ini adalah penghapusan ‘asosiasi simbolik’ yang sebelumnya sudah tertanam dalam benak kita bahkan sebelum kita mendengar sabda Rasul ini. Berikut ini akan diterangkan apa itu asosiasi simbolik yang harus dihapus dalam penjabaran masing-masing pilar di atas.
Pembedaan empat pilar umat ternyata mutlak dalam teori namun harus cair dalam kenyataan. Sudah menjadi tugas kaum revolusioner untuk membaurkan pembagian itu hingga tidak ada kesenjangan dan mewujudkan hadist itu dalam realitas umat. Masyarakat Islam harus cinta ilmu pengetahuan karena yakin hanya dengan jalan itulah kualitas hidup dapat ditingkatkan, dan tatanan negeri bersendi syariat bisa didirikan. Kemudian keadilan adalah saudara kembar dari kepemimpinan. Persatuan umat akan terancam tanpa keadilan karena tiada kelompok manusia yang bisa selamat tanpa menegakkan keadilan. Dengan bersedekah dibangun kesadaran untuk membentuk perbendaharaan harta bersama. Semua level organisasi terjamin pemenuhan kebutuhan materinya lewat kas bersama atau baitul maal. Sedekah juga mempererat persatuan (solidaritas) antar anggota kelompok sekaligus cermin keadilan sang pemimpin. Lalu akhirnya semua amalan duniawi itu harus disampaikan maksudnya kepada Allah lewat doa yang penuh kerendahan hati. Jadi fungsi Empat Pilar Umat sangatlah jelas: ilmu untuk berkembang, adil untuk utuh bersatu, urunan harta untuk bertahan hidup, dan doa untuk pelihara harapan kepada Allah.
“Sabda Rasulullah SAW, tegaknya Negara ditunjang empat pilar. Pertama bi’ilmil ulama (dengan ilmu ulama), kedua bi-adillatil umaro (dengan keadilan para pemimpin/pejabat/pemerintah/penguasa), ketiga bisaqoowatil aghniyaa (peran para aghniya/orang-orang kaya), keempat bidu’aail fuqoroo-i wal masaakiin (doanya orang-orang lemah).”
Bagaimanakah cara kita membumikan pesan Nabi itu? Jika tidak ada pemuda muslim yang melakukan penerjemahan bukan mustahil bila petunjuk Rasul ini akan menjadi nasihat sambil lalu saja. Adalah tugas kaum revousioner Islam untuk menilaigunakan hadist ini agar bisa dipakai dalam perpolitikan golongan Islam. Hal penting dari pemaknaan hadist ini adalah penghapusan ‘asosiasi simbolik’ yang sebelumnya sudah tertanam dalam benak kita bahkan sebelum kita mendengar sabda Rasul ini. Berikut ini akan diterangkan apa itu asosiasi simbolik yang harus dihapus dalam penjabaran masing-masing pilar di atas.
Pilar Pertama Bi’ilmil Ulama
Bila mendengar kata ulama, asosiasi simbolik dalam pikiran kita akan otomatis menunjuk pada sosok orang bersorban yang bekerja mengurus pesantren dan sibuk menghafal Al Quran. Artinya, jika kita menilai diri kita bukan ulama, bukan ustad, maka saya tidak termasuk pilar pertama. Inilah kesalahan pertama. Kita harus menterjemahkan bi’ilmil ulama sebagai ilmu pengetahuannya orang berilmu. Artinya siapapun yang merasa berkepentingan menambah ilmunya demi kualitas hidupnya maka secara bersamaan ia tergolong dalam pilar pertama. Tidak cuma ulama dan ustad namun mereka dari pilar-pilar lainnya juga bisa termasuk dalam pilar pertama ini. Seorang amir umaro tidak mungkin menegakkan keadilan jika ia tidak punya pengetahuan tentang menjalankan organisasi dan pemahaman atas anggotanya. Seorang aghniya tidak akan berguna jika ia tidak punya ilmu soal bagaimana memperoleh dan menafkahkan hartanya secara halal dan benar. Demikian pula seorang dhuafa tidak akan memperoleh jalan untuk merubah nasibnya tanpa ilmu. Singkat kata dapat dikatakan kalau semua ilmu yang ditunjukkan Allah kepada kita, entah itu ilmu agama, sains, ilmu sosial, maupun ilmu keterampilan pasti berguna untuk menegakkan negara. Selama kita bersedia mempelajari ilmu karena kegunaannya maka kita tergolong pilar pertama masyarakat Islam.
Bila mendengar kata ulama, asosiasi simbolik dalam pikiran kita akan otomatis menunjuk pada sosok orang bersorban yang bekerja mengurus pesantren dan sibuk menghafal Al Quran. Artinya, jika kita menilai diri kita bukan ulama, bukan ustad, maka saya tidak termasuk pilar pertama. Inilah kesalahan pertama. Kita harus menterjemahkan bi’ilmil ulama sebagai ilmu pengetahuannya orang berilmu. Artinya siapapun yang merasa berkepentingan menambah ilmunya demi kualitas hidupnya maka secara bersamaan ia tergolong dalam pilar pertama. Tidak cuma ulama dan ustad namun mereka dari pilar-pilar lainnya juga bisa termasuk dalam pilar pertama ini. Seorang amir umaro tidak mungkin menegakkan keadilan jika ia tidak punya pengetahuan tentang menjalankan organisasi dan pemahaman atas anggotanya. Seorang aghniya tidak akan berguna jika ia tidak punya ilmu soal bagaimana memperoleh dan menafkahkan hartanya secara halal dan benar. Demikian pula seorang dhuafa tidak akan memperoleh jalan untuk merubah nasibnya tanpa ilmu. Singkat kata dapat dikatakan kalau semua ilmu yang ditunjukkan Allah kepada kita, entah itu ilmu agama, sains, ilmu sosial, maupun ilmu keterampilan pasti berguna untuk menegakkan negara. Selama kita bersedia mempelajari ilmu karena kegunaannya maka kita tergolong pilar pertama masyarakat Islam.
Pilar Kedua Bi-adillatil Umaro
Asosiasi simbolik kita akan menunjuk pada sosok berjas yang menjadi pemimpin/pejabat/pemerintah/penguasa negara ini. Hal ini tidak berlaku jika kita sadari konsep kepemimpinan itu berjenjang dan bisa dipecah ke dalam tingkat nukleus dasar. Semua tingkat kelompok organisasi butuh kepemimpinan dan setiap kepemimpinan diharuskan paham apa itu adil. Keadilan dibutuhkan semua tingkat kelompok manusia demi keutuhan kelompok itu sendiri. Situasi tidak adil dalam suatu kelompok manusia akan menimbukan ketidakpercayaan pada anggota kelompok lainnya dan ketidakpercayaan kepada pemimpin kelompok. Bila sudah demikian, situasi tidak adil akan menyebabkan anggota tidak nyaman dan berusaha untuk memisahkan diri dari kelompok. Organisasi seperti itu akan kehilangan persatuan dan niscaya akan bubar. Segala bentuk kepemimpinan entah itu pemimpin kantor, pimpinan perkumpulan, bahkan sebuah keluarga selalu butuh keadilan kepala rumah tangganya. Semua orang selama memikul tanggung jawab atas orang lain dalam kepemimpinannya adalah pilar kedua masyarakat Islam.
Asosiasi simbolik kita akan menunjuk pada sosok berjas yang menjadi pemimpin/pejabat/pemerintah/penguasa negara ini. Hal ini tidak berlaku jika kita sadari konsep kepemimpinan itu berjenjang dan bisa dipecah ke dalam tingkat nukleus dasar. Semua tingkat kelompok organisasi butuh kepemimpinan dan setiap kepemimpinan diharuskan paham apa itu adil. Keadilan dibutuhkan semua tingkat kelompok manusia demi keutuhan kelompok itu sendiri. Situasi tidak adil dalam suatu kelompok manusia akan menimbukan ketidakpercayaan pada anggota kelompok lainnya dan ketidakpercayaan kepada pemimpin kelompok. Bila sudah demikian, situasi tidak adil akan menyebabkan anggota tidak nyaman dan berusaha untuk memisahkan diri dari kelompok. Organisasi seperti itu akan kehilangan persatuan dan niscaya akan bubar. Segala bentuk kepemimpinan entah itu pemimpin kantor, pimpinan perkumpulan, bahkan sebuah keluarga selalu butuh keadilan kepala rumah tangganya. Semua orang selama memikul tanggung jawab atas orang lain dalam kepemimpinannya adalah pilar kedua masyarakat Islam.
Pilar Ketiga Bisaqoowatil Aghniyaa
Banyak para pihak bahkan para ulama fiqih sendiri melakukan asosiasi simbolik atas para aghniya sebagai orang-orang kaya/para konglomerat yang memberikan kontribusi kepada pemerintah negara. Umat Islam yang merasa bukan konglomerat, yang merasa penghasilannya pas-pasan akan menganggap mereka uzur sebagai aghniya. Inilah bentuk kesalahan berikutnya. Pengertian aghniya harus diperluas menjadi orang yang memiliki harta, sesedikit apapun selama ia sadar Allah telah memberikan harta kepadanya. Dari sini mekanisme sedekah bekerja dalam masyarakat Islam. Kita tidak perlu menunggu jadi kaya terlebih dulu sebelum menyumbang baitul maal. Sekecil apapun pendapatan kita, selama kita menyadari pentingnya bersedekah, entah itu melalui zakat maupun infak, akan menggugah kita menyisihkan sebagian harta kita demi kepentingan ad Diin (agama). Setelah menyisihkan harta untuk kepentingan Islam mungkin kita akan berpikir betapa sedikitnya hak yang kita terima selaku pemilik harta. Barulah disadari betapa konsepsi kebutuhan itu sesuatu yang amat ulet (fleksibel). Di tengah kesempitan materi, kita tetap bisa memenuhi kebutuhan kita secara wajar dengan pola hidup amat sederhana (austerity). Tradisi asketik malah berkesesuaian dengan sikap kaum Revolusioner Islam yang zuhud. Dalam Islam sendiri kita kenal bahwa muslim yang mau berjihad dengan jiwa dan harta mereka akan mendapat ganjaran surga. Ini berkebalikan dengan pengertian aghniya sebagai orang-orang kaya. Sebelum merasa kaya atau berkelebihan harta orang akan enggan bersedekah membantu keuangan masyarakat Islam. Ini bisa menimbulkan gejala ke-bakhil-an. Jiwa yang selalu mengejar status kekayaan akan selalu cenderung menaikkan batas harta yang terkumpul. Dia selalu merasa dalam kekurangan karena belum semua keinginannya terpenuhi sementara apa yang ia inginkan selalu ditambahkan ke dalam daftar keinginan tanpa henti. Karena status ‘kaya’ belum pernah tercapai sebanyak apapun harta yang dikumpulkan, ia tidak akan pernah merasa perlu untuk bersedekah ke baitul maal.
Banyak para pihak bahkan para ulama fiqih sendiri melakukan asosiasi simbolik atas para aghniya sebagai orang-orang kaya/para konglomerat yang memberikan kontribusi kepada pemerintah negara. Umat Islam yang merasa bukan konglomerat, yang merasa penghasilannya pas-pasan akan menganggap mereka uzur sebagai aghniya. Inilah bentuk kesalahan berikutnya. Pengertian aghniya harus diperluas menjadi orang yang memiliki harta, sesedikit apapun selama ia sadar Allah telah memberikan harta kepadanya. Dari sini mekanisme sedekah bekerja dalam masyarakat Islam. Kita tidak perlu menunggu jadi kaya terlebih dulu sebelum menyumbang baitul maal. Sekecil apapun pendapatan kita, selama kita menyadari pentingnya bersedekah, entah itu melalui zakat maupun infak, akan menggugah kita menyisihkan sebagian harta kita demi kepentingan ad Diin (agama). Setelah menyisihkan harta untuk kepentingan Islam mungkin kita akan berpikir betapa sedikitnya hak yang kita terima selaku pemilik harta. Barulah disadari betapa konsepsi kebutuhan itu sesuatu yang amat ulet (fleksibel). Di tengah kesempitan materi, kita tetap bisa memenuhi kebutuhan kita secara wajar dengan pola hidup amat sederhana (austerity). Tradisi asketik malah berkesesuaian dengan sikap kaum Revolusioner Islam yang zuhud. Dalam Islam sendiri kita kenal bahwa muslim yang mau berjihad dengan jiwa dan harta mereka akan mendapat ganjaran surga. Ini berkebalikan dengan pengertian aghniya sebagai orang-orang kaya. Sebelum merasa kaya atau berkelebihan harta orang akan enggan bersedekah membantu keuangan masyarakat Islam. Ini bisa menimbulkan gejala ke-bakhil-an. Jiwa yang selalu mengejar status kekayaan akan selalu cenderung menaikkan batas harta yang terkumpul. Dia selalu merasa dalam kekurangan karena belum semua keinginannya terpenuhi sementara apa yang ia inginkan selalu ditambahkan ke dalam daftar keinginan tanpa henti. Karena status ‘kaya’ belum pernah tercapai sebanyak apapun harta yang dikumpulkan, ia tidak akan pernah merasa perlu untuk bersedekah ke baitul maal.
Pilar Keempat Bidu’aail fuqoroo-i wal masaakiin
Bila kita mendengar istilah dhuafa, asosiasi simbolik kita langsung menunjuk pada sosok miskin atau golongan yang berkondisi di bawah kita. Padahal tidak demikian. Kalau kita punya pandangan bahwa selalu ada yang lebih baik dari kita, selalu ada manusia lain yang lebih baik dari kita maka akan terbentuk pikiran bahwa kita selalu dalam posisi lebih lemah. Atau katakanlah bila kita makhluk terbaik di muka bumi, masih ada Allah di atas kita selaku dzat terbaik. Artinya kita ini sebenarnya senantiasa dalam posisi dhaif, pada dasarnya kita dhuafa. Pemikiran macam ini harus dianut oleh setiap diri Revolusioner Islam sebagai prasyarat untuk hidup rendah hati sekaligus menjauhkan diri dari kesombongan (takabur) yang membuat-buat sistem derajat dalam masyarakat. Dalam kesadaran sebagai dhuafa, setiap doa yang kita panjatkan adalah doa yang bermakna bagi kehidupan umat. Terutama doa mengenai nasib kaum mukmin, doa tentang masa depan umat Islam di bumi Nusantara. Tidak diragukan lagi kalau doa yang menyangkut nasib banyak orang, yang dipanjatkan oleh kaum yang menyadari ke-dhaif-annya, doa yang penuh harap kepada Allah, akan menjadi salah satu pilar umat sebagaimana maksud hadist di atas.
Bila kita mendengar istilah dhuafa, asosiasi simbolik kita langsung menunjuk pada sosok miskin atau golongan yang berkondisi di bawah kita. Padahal tidak demikian. Kalau kita punya pandangan bahwa selalu ada yang lebih baik dari kita, selalu ada manusia lain yang lebih baik dari kita maka akan terbentuk pikiran bahwa kita selalu dalam posisi lebih lemah. Atau katakanlah bila kita makhluk terbaik di muka bumi, masih ada Allah di atas kita selaku dzat terbaik. Artinya kita ini sebenarnya senantiasa dalam posisi dhaif, pada dasarnya kita dhuafa. Pemikiran macam ini harus dianut oleh setiap diri Revolusioner Islam sebagai prasyarat untuk hidup rendah hati sekaligus menjauhkan diri dari kesombongan (takabur) yang membuat-buat sistem derajat dalam masyarakat. Dalam kesadaran sebagai dhuafa, setiap doa yang kita panjatkan adalah doa yang bermakna bagi kehidupan umat. Terutama doa mengenai nasib kaum mukmin, doa tentang masa depan umat Islam di bumi Nusantara. Tidak diragukan lagi kalau doa yang menyangkut nasib banyak orang, yang dipanjatkan oleh kaum yang menyadari ke-dhaif-annya, doa yang penuh harap kepada Allah, akan menjadi salah satu pilar umat sebagaimana maksud hadist di atas.
Dari ulasan singkat tersebut dapat kita simpulkan bahwa perluasan arti
yang dianjurkan kaum Revousioner Islam malah berpotensi menyatukan umat
muslim dan menjadikan semua orang bisa mengambil peran dari nasihat
Rasulullah tersebut. Coba bayangkan sebaliknya jika kita tidak melakukan
perluasan arti. Akan kita dapati orang-orang yang berpikir sempit dan
simplistik macam: “Saya bukan kyai ulama karena tak punya pesantren
sehingga bukan pilar pertama, saya bukan pemimpin atau pejabat sehingga
tidak perlu adil seperti pilar kedua, saya juga bukan aghniya karena
bukan konglomerat bahkan penghasilan saya pas-pasan, tetapi saya
bukanlah dhuafa karena saya bukan gelandangan miskin!” Jika ada yang
berpikir demikian maka ia merasa tidak termasuk keempat pilar umat dan
tidak mengambil peran apa-apa atas kehidupan masyarakat Islam. Dengan
kata lain, nasihat baginda Rasulullah tentang empat pilar umat bisa
sia-sia karena sikap ‘asosiasi simbolik’.
Pembedaan empat pilar umat ternyata mutlak dalam teori namun harus cair dalam kenyataan. Sudah menjadi tugas kaum revolusioner untuk membaurkan pembagian itu hingga tidak ada kesenjangan dan mewujudkan hadist itu dalam realitas umat. Masyarakat Islam harus cinta ilmu pengetahuan karena yakin hanya dengan jalan itulah kualitas hidup dapat ditingkatkan, dan tatanan negeri bersendi syariat bisa didirikan. Kemudian keadilan adalah saudara kembar dari kepemimpinan. Persatuan umat akan terancam tanpa keadilan karena tiada kelompok manusia yang bisa selamat tanpa menegakkan keadilan. Dengan bersedekah dibangun kesadaran untuk membentuk perbendaharaan harta bersama. Semua level organisasi terjamin pemenuhan kebutuhan materinya lewat kas bersama atau baitul maal. Sedekah juga mempererat persatuan (solidaritas) antar anggota kelompok sekaligus cermin keadilan sang pemimpin. Lalu akhirnya semua amalan duniawi itu harus disampaikan maksudnya kepada Allah lewat doa yang penuh kerendahan hati. Jadi fungsi Empat Pilar Umat sangatlah jelas: ilmu untuk berkembang, adil untuk utuh bersatu, urunan harta untuk bertahan hidup, dan doa untuk pelihara harapan kepada Allah.
Ciri-Ciri Ulama Akhirat Dan Ulama Dunia
Ilmu
adalah penolong, pembimbing dan hiasan bagi setiap manusia yang
memilikinya. Ilmu dapat menolong manusia dari jurang kenisataan. Ilmu
dapat membimbing manusia menuju jalan yang lurus, yaitu jalannya
orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, bukan jalannya orang-orang
yang dimurkai oleh-Nya dan orang-orang yang tersesat. Ilmu dapat menjadi
hiasan, karena ucapan, gerakan dan cara bergaul orang yang berilmu,
sungguh sangat indah dan pantas untuk dijadikan tauladan. Dan setiap
amal perbuatan yang tidak didasari dengan ilmu, akan menjadi sia-sia,
tidak bernilai di hadapan Allah SWT.
Tidak semua ilmu berdampak positif pada
pemiliknya, ada juga ilmu yang justru menjadi penyebab bagi pemiliknya
terjerembab dalam jurang kenistaan, tersungkur selama-lamanya dalam
luapan api neraka, bersama para penghianat dan orang-orang yang dimurkai
oleh Allah s.w.t.. Baik dan tidaknya ilmu tergantung pada niat dan cara
mendapatkannya. Apabila niat dan caranya baik maka ilmu yang
diperoleh_pun akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila niat dan caranya
jelek, maka ilmu yang diperoleh_pun akan menjadi jelek. Orang alim yang
biasa disebut ulama’, tidak semuanya menggunakan ilmu dengan
semestinya, ada juga dari mereka yang menggunakan ilmu pada jalan yang
salah, hanya mengikuti kepuasan nafsu belaka. Ulama’ ada dua macam,
yaitu ulama’ akhirat dan ulama’ dunia yang disebut dengan ulama’ al-su’.
a. Ulama’ Akhirat
Ulama’ akhirat adalah orang alim yang
menjadi pewaris para nabi, penunjuk jalan menuju Allah SWT. pelita
dan penuntun umat, lampu dunia dan lentera akhirat, dan tidak pernah
mengambil keuntungan dunia sedikitpun dari ilmu yang dimilikinya.
Allah s.w.t. berfirman:
وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتٰبِ
لَمَن يُؤْمِنُ بِاللَّـهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنزِلَ
إِلَيْهِمْ خٰشِعِينَ لِلَّـهِ لَا يَشْتَرُونَ بِـَٔايٰتِ اللَّـهِ
ثَمَنًا قَلِيلًا , أُولٰئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ , إِنَّ
اللَّـهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan sesungguhnya diantara ahli kitab
ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan
kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah
hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan
harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya.
Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungannya”. (Ali Imran: 199)
Al-Syaikh Ihsan Muhammad Dahlan
al-Jampesi berkata: Orang alim disamakan dengan lampu, karena lampu
dapat memancarkan sinar dengan sangat mudah, begitu pula orang alim.
Maling takut untuk masuk ke dalam rumah seseorang yang di dalamnya
terdapat lampu, beda halnya dengan rumah yang tidak ada lampunya, begitu
pula ulama’ yang ada di tengah-tengah manusia, mereka akan memperoleh
petunjuk menuju jalan yang hak serta terhindar dari gelapnya kebodohan
dan bid’ah. Apabila lampu dalam kaca diletakkan di lubang dinding, maka
lampu itu akan memancarkan sinar ke dalam dan luar rumah, begitu pula
dengan lampu ilmu, akan memancarkan sinar di dalam hati dan di luarnya,
sehingga sinar itu akan terpancar pada kedua telinga, kedua mata, lisan
dan akan tampak macam-macam ketaatan dari masing-masing anggota badan.
Pemilik rumah yang ada lampunya akan merasa nyaman dan senang, tapi
sebaliknya apabila lampu itu mati dia akan merasa kesepian dan tidak
nyaman, begitu pula dengan ulama’, selama mereka masih hidup manusia
merasa nyaman dan senang, dan apabila mereka sudah meninggal dunia
manusia akan merasa kehilangan, gelisah dan berduka. Diantara ciri-ciri
ulama’ akhirat adalah:
- Menggunakan ilmu untuk mendapatkan ridha Allah s.w.t.
- Tidak mencari keuntungan dunia dengan ilmu yang dimiliki.
- Mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
- Zuhud dan memandang remeh terhadap dunia.
- Mengajak manusia pada yang makruf dan mencegah dari yang munkar.
b. Ulama’ Dunia
Ulama’ dunia adalah orang alim yang
menjadi penyesat, penghancur dan penabur racun kemunafikan dalam hati
manusia. Mereka bagaikan pohon oleander yang beracun, indah dipandang,
tapi mematikan bila dimakan. Ucapan mereka dapat mengobati penyakit,
tapi perbuatan mereka dapat menimbulkan penyakit yang tidak ada obatnya.
Dan orang alim seperti ini yang paling dihawatirkan oleh Rasulullah
s.a.w. selain dajjal, karena lisan mereka menyeru manusia untuk menjahui
dunia, tapi perbuatan mereka malah bertolak belakang dengan apa yang
diucapkan,mereka sangat mencitai jabatan dan menjual ilmu dengan dunia
yang sangat sedikit nilainya dibandingkan keagungan akhirat.
Allah s.w.t. berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ اللَّـهُ مِيثٰقَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتٰبَ لَتُبَيِّنُنَّهُۥ لِلنَّاسِ وَلَا
تَكْتُمُونَهُۥ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِۦ
ثَمَنًا قَلِيلًا, فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya,” lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima. (Ali Imran, 187) | |
Ciri-ciri ulama’ dunia bisa dilihat dari kebalikan ciri-ciri ulama’ akhirat. |
Referensi:
Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Maktabah Syamilah
Abu Thalib al-Makki, Qut al-Qulub, Maktabah Syamilah
Al-Baihaki, al-Zuhd al-Kabir, Maktabah Syamilah
Ihsan Muhammad Dahlan al-Jampesi, Siraj al-Thalibin, al-Haramain
10 Siksaan Bagi Orang Yang Banyak Tertawa
AZAB BAGI ORANG YANG TERTAWA BERLEBIHAN
ا عوذ بالله من
الشطان الر جىم , بسم الله الر حمن الر
حىم
نبى صلى الله علىه وسىم برسبدا : من كثر ضحكه عو قب بعشر عقوبات : اولها يموت قلبه, ويذ هب الما ء من
وجهه,ويشمت به الشيطا ن , و يغضب عليه الرحمن, وينا قش به يوم القيا مة ويعرض عنه
النبى صلى الله علىه وسىم يومالقيا مة , وتلعنه الملا ءكة, ويبغضه اهل السموات والارضين وينسى
كل شىء ويفتضح. (الحديث, حسن صحيح)
Artinya : “Barangsiapa terlalu banyak tertawa,
maka dtimpa 10 siksa Ialah : Mati hatinya , Mengering air mukanya/wajahnya ,
Membuat Syaithan gembira , Mendatangkan murka Allah , Di hari kiamat ia akan di
hisab , Nabi صلى الله علىه وسىم di hari kiamat , Para malaikat mela’natnya , Ia di benci oleh
ahli Langit dan Ahli Bumi , Lupa ia akan semua perkara dan ia merasa malu (karena
terbuka seluruh aib dirinya kelak di hari kiamat) “ (Al hadis )
(Nashaaihul
ibad , hlm 201)
Dalam Hadis ini dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad Karya Syeikh Nawawi Al Bantani Rasul
menggambarkan siksa atau azab bagi orang yang terlalu banyak tertawa
ataupun tertawa dengan terbahak-bahak berikut adalah sedikit ulasannya mengenai hal tersebut :
Pertama : Mati Hatinya.
Kebanyakan orang atau kitapun acuh seolah kata 'mati hati' itu
biasa , padahal sangat besar berpengaruh pada seseorang apabila ia
seorang Muslim.orang yang mati hati itu maka tidak akan Bisa menerima
kebenaran yang HAK, contohnya : Di suruh berkerudung ataupun menutup
aurat seluruh tubuhnya, sudah tahu Allah murka apabila ia tidak menutup
aurat dan tahu bahwa dosa menimpanya, tapi dia tetap membuka aurat,
tetap memakan yang haram seperti tidak ber akad pada bahasan kitab halal
haram, Memakan hasil uang pemerintah dzhalim, mengerjakan dosa-dosa
yang lain lagi masih banyak , melalaikan shalat fardhu,Tidak menuntut
Ilmu agama karena Urusan keduniaan, yang besar ataupun kecil kemaksiatan
itu,namun ia tetap memgerjakannya, berarti HATINYA MATI.inilah azab
yang Besar bagi seseorang apabila ia terlalu banyak tertawa..Sama halnya
orang Mati, apakah orang mati itu bisa
mendengar?bergerak?melihat?...Pasti tidak bisa!!!!!! begitulah apabila
hati mati tidak bisa mengingat Allah, menerima kebenaran dan
lain-lainnya....Maka oleh sebab itu hindarilah tertawa ini
Kedua : Mengering Air Muka/Wajahnya, Hilang Cahaya Di wajahnya
...apa itu? ialah bekas air wudhu yang ada
diwajahnya akan mengering...Rasulullah pernah di tanya dalam suatu
hadits Bagaimana Ya Rasulullah engkau mengenali Umatmu yang begitu
banyak ini ? Rasul menjawab : Aku mengenali mereka dengan bekas air
wudhu pada mereka.Apabila kita banyak tertawa ataupun yg terbahaklebih
lagi, maka bekas air wudhu itu akan mengering dan membuat wajah kita
menggelap, dan pada akhirnya Rasul tidak mengenali siapa
kita..Sia-sialah kita bershalawat ataupun mengikuti amalan-amalan yang
di anjurkan beliau, namun toh kita tidak menjauhi penyebab/pelebur amal
yang kita lakukan itu yang salasatunya yaitu ini , Banyak Tertawa yang
membuat Wajah Gelap.
Ketiga : Membuat Syaithan Gembira
karena syaithan itu mengajak kita lupa dengan Allah, oleh
sebab kita tertawa maka hukumnya kita pasti lupa dengan Allah,
rasakanlah sendiri apabila kita tertawa terus pasti akan membuat lupa
dengan Allah, lupa dengan kematian...bayangkan saja saat kita tertawa
tiba-tiba Malaikat maut datang..Apa yang bisa kita lakukan?Apa bisa kita
mengelak?...Renungilah itu semua sebelum terjadi....
Keempat : Mendatangkan Murka Allah
Allah marah dengan kita apabila kita banyak tertawa, karena kita
memproses atau membuat tertawa terus menerus yang membuat kita lupa
dengan Allah.Allah Ta'ala marah apabila kita lupa satudetikpun dengan
kita, adapun kebanyakan orang umum lupa dengan Allah karena hatinya
tertutup oleh kotoran yang tebal dan membuat lupa dengan Allah,
MENGINGAT ALLAH SETIAP SAAT ITU HUKUMNYA WAJIB! bukan hanya pas shalat,
bahkan para Ulama Sufi dulu apabila ia lupa dengan Allah satudetikpun,
itu sama saja dengan dosa maksiat bagi mereka.Faktanya Ummat muslim
akhir zaman ini banyak lupa dengan Allah, Bahkan pas shalat atau
mengajipun masih lupa dengan Allah karena saking tebalnya keduniaan pada
jiwanya ..Adakah itu pada diri anda?...Allah murka dengan orang yang
seperti ini, oleh sebab itu hindarilah dan taubatilah, Sebelum terlambat.
Kelima : Dihisab Pada Hari Kiamat
di
hari kiamat ia akan di hisab atau di hitung dalam hal masalah tertawa,
adapun orang yg sedikit tertawanya kebalikannya, Hisabannya tidak lama
atau lolos sekalipun dari Hisab Allah dalam hal tertawa selama ia hidup
di dunia.Hisab itu yaitu perhitungan,apabila di hitung pasti menunggu
lama...Ingat!!! Semua ! Semua yang kita lakukan setiap detik di muka
Bumi yang Milik Allah ta'ala ini pasti akan dipertanggungjawabkan !
Setiap detik ataupun setiap saat, baik saat tidur melamun semuanya!
Tidak ada satupun yang Lolos dari pertanggungjawaban di sisi ALLAH.
Keenam : Nabi SAW. Akan Berpaling Darinya Di Hari Kiamat
Nabi berpaling darinya
yaitu seseorang yang banyak tertawa, Nabi tidak mau melihat marah tidak
perduli atau intinya TIDAK MENDAPAT SYAFA'AT RASUL , padahal kita di
dunia ini juga mencari syafa'atnya rasul dan Syafa'at Rasul adalah
syafa'at yang paling jitu.dan disisi lain Rasul benci pada orang yang
banyak tertawa....maka seperti apakah orang yang banyak tertawa, Di
murkai Allah dan di benci Rasul..Lihatlah grup lawak di tv atau di
indonesia ini...buatlah sama dengan,apakah mereka itu?Teman
syaitahan?Orang yang di benci Allah maupun Rasul? karena mereka tersu
menerus tertawa bahkan mengajak orang tertawa, itu lebih lagi dosanya
dan azabnya serta akibatnya ! Walaupun ia orang Muslim dan di KTP nya
beraga Islam dan juga shalat 5 waktu dan tiap minggu pergi umroh mungkin
dan juga shalat jum'at ikut, namun ia dalam kehidupan sehari-harinya
banyak tertawa bahkan mengajak orang untuk tertawa sehingga lupa Dengan
Allah, Allah sudah pasti Murka dengannya dan Rasul pun Berpaling
dengannya ! Renungilah itu semua wahai Ummat Islam akhir zaman!
Ketujuh : Para Malaikat Melaknat
Para maialkat mela'nat
pada orang yang banyak tertawa, Mela'nat Mengutuk sama saja, Seluruh
maialkat bayangkan saja mela'nat orang yang banyak tertawa, Dikutuknya
wlaupun kita tidak merasa, Namun Allah Maha kuasa dengan kekuasaannya
tetap kita dikutuk malaikat walaupun orang itu acuh dan tak tahu menahu
Kedelapan : Dibenci Ahli Langit dan Ahli Bumi
Orang yang banyak
tertawa di benci Ahli langit dan bumi , atau dalam artian Seluruh
makhluk membencinya, Binatang pohon air semua membencinya, dan walaupun
kita tidak merasa dibenci namun Allah Maha kuasa dan Allah berbuat
dengan sekehendakNYA, mana Mungkin Allah berdusta dan mana Mungkin Rasul
berdusta dengan perkataannya? Renungilah dan bayangkan orang yang
banyak tertawa itu di benci di muari oleh Seluruh Makhluk!
Kesembilan : Lupa Akan Segalanya
Dan ia lupa akan semua
perkara dan merasa malu ia di hari iamat nanti dikarenakan aib-aibnya
atau rahasianya dibukakan Allah kelak di hari kiamat pada seluruh Ummat
manusia dari Zaman Nabi Adam sampai Manusia zaman Nabi Muhammad...betapa
Malu orang ini ? jangan sampai kita kita banyak tertawa ataupun sebelum
tahu tentang ini kita dulunya banyak tertawa atau kita jadi pelawak,
maka Taubatilah sebelum terlambat , Allah maha menerima Taubat asal
Taubat kita dengan sungguh ...Ingatlah ! Apabila kita merasa orang Islam
dan Beriman dengan Rasul, pastilah kita Percaya dan yakin terhadap
perkataannya...Maka inilah hadis Rasul atau perkataan RASUL yang kami
bawakan...Semua ini akan terjadi pada orang yang banyak tertawa ataupun
tertawa terbahak ataupun bagi orang yang membuat orang lain tertawa
berlebihan ! PASTI akan terjadi ! namun bukan berarti tidak boleh
tertawa, boleh tertawa namun hanya sedikit , seperti yang di contohkan
Rasul yaitu hanya tersenyum tanpa kelihatan gigi !
Kesepuluh : Segala Aibnya Akan Dibeberkan Pada Hari Kiamat
Orang yang banyak tertawa pada hari kiamat nanti akan di tunjukan di buka semua aibnya segala kesalahannya akan di nampakan dan di perhitungkan di hadapan Allah SWT, sedang orang yang tidak banyak tertawa, oleh Allah akan tutup aib-aibnya dan akan di ringankan dari siksaan .
Oleh sebab itu hindarilah penyebab-penyebab tertawa seperti banyak berkumpul banyak bicara dan lainnya yang mengindikasi akan timbul kita menjadi banyak tertawa..Semua itu akan terjadi, namun apabila kita tidak percaya lihatlah saja nanti ;) toh semua akan Mati dan semua pasti Akan menemui yang namanya hari kiamat, saat itulah semua akan terbukti....maka dari itu kami mengajak agar kita terus memperbaiki diri supaya keselamatan itu didapat, Taubat dan terus perbaiki diri , perkuat Taqwa dan keimanan, khusus lagi dalam bahsan ini Hindarilah Banyak tertawa, sudah kita tahu akibat dari banyak tertawa, maka Hindarilah itu semua apabila Ingin selamat :)
Wallaahu Warasuuluhu A'lam
Abu Idris Al-Khaulani meriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari, ia berkata
bahwa Rosulullah saw bersabda, "Jauhilah olehmu banyak tertawa, sebab
banyak tertawa itu dapat mematika hati dan menghilangkan wibawa."
Dituturkan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّه صلىاللّه عليه وسلم مُستَجْمِعًا قَطُّ ضَا حِكًا حَتَّى تُرَى مِنْهُ لَهَوَاتُهُ إِنَمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ
Aku belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan lidahnya, namun beliau hanya tersenyum.
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai, Rasulullah! Apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّه صلىاللّه عليه وسلم مُستَجْمِعًا قَطُّ ضَا حِكًا حَتَّى تُرَى مِنْهُ لَهَوَاتُهُ إِنَمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ
Aku belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan lidahnya, namun beliau hanya tersenyum.
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai, Rasulullah! Apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.
Demikian hendaklah kita selalu mencontoh bagaimana Baginda Nabi Muhammad SAW dalam berakhlakul karimah terutama dalam hal bercanda atau tertawa. sebagaimana Firman Allah SWT :
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah. [al-Ahzâb/33:21].
Selasa, 02 Juni 2015
Langganan:
Postingan (Atom)